Rabu, 29 Januari 2014

TRADISI DI LOMBOK

Presean

Presean adalah Budaya Simbol kejantanan Pemuda Suku Sasak di Pulau Lombok. Acara ini berupa pertarungan dua lelaki Sasak bersenjatakan tongkat rotan atau biasa disebut peyalin serta berperisai kulit kerbau tebal dan keras yang biasa di sebut dengan ende. Petarung biasa di sebut dengan pepadu dan wasit pinggir disebut pakembar sedi dan wasit tengah disebut pekembar.
Presean ini bermula hanya upacara adat dari luapan emosi para prajurit jaman kerajaan dulu sehabis mengalahkan lawan di medan perang. Presean ini sudah di kenal dengan masyrakat sejak lama, Hingga akhirnya dilestarikan sampe sekarang ini menjadi hiburan perayaan yang diadakan setiap Bulan agustus. Presean ini sangat unik ketika di padukan gaya bela diri yang di pragakan oleh para pepadu.
Hanya mengunakan celana/sarung tanpa baju dan sebuah rotan di tangan kanan serta sebuah perisai yang terbuat dari kulit binatang di tangan kiri, dua orang pemuda yang berada di hadapan ratusan penonoton saling mengadu kejantanannya. Sambil menari-nari di iringi dengan music gamelan (music lombok) kedua pepadu saling menghalau lawan dengan penyalen tanpa rasa cemas atau takut.
Uniknya Presean ini para peserta tidak pernah disiapkan, para penonton pun bisa ikut serta mengambil alih menjadi seorang petarung. Aturan maennya juga tidak mbuat para petarung bngung, hanya tidak boleh memukul bagian bawah perut. Kalau pepadu(petarung) kena kepala sampai bocor berarti dianggap K.O. pertandingan tidak boleh di lanjutkan lagi kalao pepadu (petarung) mengeluarkan darah. walaupun pepadu tidak mau menyerah. Hadiah yang di perebutkan tidak seberapa kalao di bandingkan dengan lukanya. Tapi banyak juga pemuda yang ikut ambil alih dalam pertandingan ini.
Source Data :
http://lombokmutiaraholiday.blogspot.com/2011/06/presean-stick-fighting-adat-budaya.html

Tradisi Kawin Lari di Lombok

Kawin Lari merupakan tradisi masyarakat Lombok khususnya suku sasak. Mencuri untuk menikah lebih kesatria dibandingkan meminta kepada orang tuanya. Namun ada aturan dalam mencuri gadis di suku asli di Pulau Lombok. Dan gadis itu tidak boleh dibawa langsung ke rumah lelaki, harus dititipkan ke kerabat laki-laki. Setelah sehari menginap pihak kerabat laki-laki mengirim utusan ke pihak keluarga perempuan sebagai pemebritahuan bahwa anak gadisnya dicuri dan kini berada di satu tempat tetapi tempat menyembunyikan gadis itu dirahasiakan, tidak boleh ketahuan keluarga perempuan.
Nyelabar, Istilah bahasa setempat untuk pemberitahuan itu, dan itu dilakukan oleh kerabat pihak lelaki tetapi orangtua pihak lelaki tidak diboleh ikut. Rombongan Nyelabar terdiri lebih dari 5 orang dan wajib mengenakan berpakaian adat. Rombongan tidak boleh langsung datang kekeluarga perempuan. Rombongan terlebih dahulu meminta izin pada Kliang atau tetua adat setempat, sekedar rasa penghormatan kepada kliang, datang pun ada aturan rombongan tidak diperkenankan masuk ke rumah pihak gadis. Mereka duduk bersila dihalaman depan, satu utusan dari rombongan itu yang nantinya sebagai juru bicara menyampaikan pemberitahuan. Memang unik budaya yang ada di Suku Sasak namun kini ada pergeseran budaya Merarik, seperti adanya prosesi meminta kepada orangtua dan bertunangan yang sebelumnya kurang dikenal oleh suku sasak. Tetapi seiring berkembangnya budaya luar dari masyarakat perantau yang datang dan menetap Akulturasi Budaya mulai terjadi. Lahirlah istilah sudah menikah tetapi belum nikah adat. Artinya prosesi menikah itu dilakukan dengan cara meminang tetapi belum menikah secara Merarik, mencurinya dari rumah si Perempuan. Ini Akulturasi Budaya yang muncul, meminang dan mencuri anak gadis prosesi nikah yang dujalankan bersamaan.
Ketika pasangan pengantin dengan menggunakan baju adat Lombok sang pengantin diarak menuju tempat orang tua si pengantin perempuan sambil berjalan kaki. Sebelum masuk ke pelaminan, pemuda Lombok biasa ‘menculik’ anak gadis yang disukainya. Jika orangtua si gadis setuju dengan pemuda yang akan menikahi anaknya, ia akan memberi tanda dengan cara membasuh kaki pemuda tersebut dengan air sirop atau air kelapa. Sementara jika ia tidak setuju disimbolisasikan dengan membasuh menggunakan air tajin. Jika orangtua gadis tersebut menolak tetapi si pemuda tetap ngotot untuk menikahinya, orangtua si gadis biasanya menetapkan mahar yang tinggi untuk merestui anaknya. Ini sebagai ikatan agar anaknya diperlakukan secara baik.
Dalam pergaulan dengan lawan jenis, dikalangan wanita Lombok terutama remajanya juga dikenal istilah ‘pandai menipu’. Maksudnya, wanita Lombok dikenal memiliki banyak pacar, karena itu ia harus pandai-pandai menyiasati diri agar tidak ketahuan oleh pacar lelakinya yang lain. Malah ada anggapan kalau pacarnya hanya satu berarti tidak laku dan tidak di hormati.Justru bagi wanita Lombok banyak pacar adalah sebagai suatu kebanggaan tersendiri..Ada cerita menarik yang kami kutip”Biasanya pada saat 2 atau 3 sebelum hari raya idul fitri”Sang pacar akan membawa beberapa hadiah yang di peruntukkan bagi sang gadis.ini lah kelihaian dari perempuan untuk menyiasati pertemuan,karena si lelaki dateng pada waktu yang bersamaan.
Sumber: http://www.wisatalombok.net

Perang Topat (Perang Topat, tradisi pencerminan kerukunan beragama di Lombok)

Ribuan warga Sasak (Lombok) dan umat Hindu berbaur di Pura Lingsar, KecamatanLingsar, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat untuk merayakan “Perang Topat” yakni tradisi saling lempar dengan menggunakan ketupat.
Dengan menggunakan pakaian adat ribuan warga Sasak dan umat Hindu bersama-sama dengan damai merayakan upacara keagamaan yang dirayakan tiap tahun di Pura Lingsar tepatnya setiap purnama ke-7 menurut kalender Sasak.
Tradisi Perang Topat yang diadakan di Pura terbesar di Lombok  peninggalan kerajaan Karangasem itu merupakan pencerminan dari kerukunan umat beragama di Lombok. Prosesi Perang Topat dimulai dengan mengelilingkan sesaji berupa makanan, buah, dan sejumlah hasil bumi sebagai sarana persembahyangan dan prosesi ini didominasi masyarakat Sasak dan beberapa tokoh umat Hindu yang ada di Lombok. Sarana persembahyangan seperti kebon odek, sesaji ditempatkan didalam Pura Kemalik.
Prosesi kemudian dilanjutkan dengan perang topat, bertepatan dengan gugur bunga waru atau dalam bahasa Sasaknya “rorok kembang waru” yakni menjelang tenggelamnya sinar matahari sekitar pukul 17.30. Perang topat merupakan rangkaian pelaksanaan upacara pujawali yaitu upacara sebagai ungkapan rasa syukur umat manusia yang telah diberikan keselamatan, sekaligus memohon berkah kepada Sang Pencipta. [Foto dan teks: Ahmad Subaidi/ANTARAMataram.com]

0 komentar:

Posting Komentar