Banyak hal yang menarik untuk dibicarakan mengenai kehidupan di
pulau Lombok, khususnya mengenai sejarah asal usul masyarakat, kerajaan yang
pernah ada, keyakinan dan agama, hingga objek wisata yang di tawarkan. Sehingga
dalam kesempatan ini saya mencoba mengangkat sebuah tema mengenai beberapa hal
yang ada di pulau Lombok. Berikut penjelasannya:
Lombok (penduduk pada tahun 1990: 2.403.025) adalah sebuah pulau
di kepulauan Sunda Kecil atau Nusa Tenggara yang terpisahkan oleh Selat Lombok
dari Bali di sebelah barat dan Selat Alas di sebelah timur dari Sumbawa. Pulau
ini kurang lebih bulat bentuknya dengan semacam “ekor” di sisi barat daya yang
panjangnya kurang lebih 70 km. Pulau ini luasnya adalah 4.725 km² (sedikit
lebih kecil daripada Bali). Kota utama di pulau ini adalah Kota Mataram.
Selat Lombok menandai jalan masuk dari pemisah biogeografis antara
fauna di wilayah Indomalay dan perbedaan fauna yang sangat jelas di Australasia
dikenal dengan Wallace line, diambil dari nama penemunya Alfred Russel Wallace.
Pemetaan pulau Lombok didominasi oleh stratovolcano Gunung
Rinjani, yang mencapai tinggi 3.726m (12.224 kaki), yang membuat Gunung Rinjani
menjadi gunung tertinggi ketiga di Indonesia. Di lembah Gunung Rinjani, Anda
akan menemukan hutan hijau yang rimbun, sawah dan air terjun yang indah.
Pusat keramaian yang paling berkembang di sebelah barat adalah
Senggigi, tersebar 30 kilometer sepanjang jalan pantai disebelah utara Mataram,
Sementara para divers biasanya berkumpul bersama di Gili, yang berada di pantai
barat.
Bagian selatan dari pulau Lombok adalah tanah yang subur dimana
jagung, kopi, tembakau dan kapas tumbuh. Salah satu tujuan wisata yang populer
adalah Kuta, terkenal dengan pantai yang belum tersentuh dan beberapa orang
menganggap pantai ini adalah salah satu tempat berselancar terbaik di dunia.
Dalam total area sebesar 4.752km2 (1.825 sq mi) terdapat 2.950.105
orang (2005), 85% adalah suku Sasak, yang awalnya diperkirakan berpindah dari
Jawa pada awal abad sebelum Masehi. Sejak populasi suku Sasak mempelajari
Islam, pemandangan di pulau Lombok mulai banyak dipenuhi dengan Masjid-masjid
dan menaranya, dan di desa tradisional suku Sasak, Anda bisa menemukan
kehidupan pedesaan dengan budayanya yang unik. Penduduk lain termasuk 10-15%
orang Bali, dengan selebihnya adalah orang Cina, Arab, Jawa dan Sumbawa.
Era Pra Sejarah tanah Lombok tidak jelas karena sampai saat ini
belum ada data-data dari para ahli serta bukti yang dapat menunjang tentang
masa pra sejarah tanah Lombok ini.
Suku Sasak temasuk dalam ras tipe Melayu yang konon telah tinggal
di Lombok selama 2.000 tahun yang lalu dan diperkirakan telah menduduki daerah
pesisir pantai sejak 4.000 tahun yang lalu. Dengan demikian perdagangan antar
pulau sudah aktif sejak zaman tersebut dan bersamaan dengan itu saling
mempengaruhi antarbudaya juga telah penyebar.
Lombok Mirah Sasak Adi adalah salah satu kutipan
dari kita Negarakertagama, sebuah kitab yang memuat tentang kekuasaan dan
pemerintahaan kerajaan Majapahit. Kata “Lombok” dalam bahasa kawi berarti lurus
atau jujur, kata “mirah” berarti permata, kata “sasak” berarti kenyataan, dan
kata “adi” artinya yang baik atau yang utama. Maka arti keseluruhannya yaitu
kejujuran adalah permata kenyataan yang baik atau utama. Makna filosofi itulah
mungkin yang selalu di idamkan leluhur penghuni tanah Lombok yang tercipta
sebagai bentuk kearifan lokal yang harus dijaga dan dilestariakan oleh anak
cucunya (Sasak children).
Dalam kitab – kitab lama, nama Lombok dijumpai disebut Lombok mirah dan Lombok
adi . Beberapa lontar Lombok juga menyebut Lombok dengan gumi selaparang atau
selapawis.
Asal-usul penduduk pulau Lombok terdapat di beberapa versi, salah
satunya yaitu kata “sasak” secara etimilogis menurut Dr. Goris. s. berasal dari
kata “sah” yang berarti pergi dan “shaka” yang berarti leluhur. Berarti pergi
ke tanah leluhur orang Sasak (Lombok). Dari etimologis ini di duga leluhur
orang Sasak adalah orang Jawa. Terbukti pula dari tulisan Sasak yang oleh
penduduk Lombok disebut Jejawan, yakni aksara Jawa yang selengkapnya diresepsi
oleh kesusastraan Sasak.
Sasak traditional merupakan etnis mayoritas penghuni pulau Lombok,
suku Sasak merupakan etnis utama meliputi hampir 95% penduduk seluruhnya. Bukti
lain juga menyatakan bahwa berdasarkan prasasti tong – tong yang ditemukan di
Pujungan, Bali, Suku Sasak sudah menghuni pulau Lombok sejak abad IX sampai XI
Masehi, Kata Sasak pada prasasti tersebut mengacu pada tempat suku bangsa atau
penduduk seperti kebiasaan orang Bali sampai saat ini sering menyebut pulau
Lombok dengan gumi sasak yang berarti tanah, bumi atau pulau tempat bermukimnya
orang Sasak.
Sejarah Lombok tidak lepas dari silih bergantinya penguasaan dan
peperangan yang terjadi di dalamnya baik konflik internal, yaitu peperangan
antar kerajaan di Lombok maupun ekternal yaitu penguasaan dari kerajaan di luar
pulau Lombok. Perkembangan era Hindu, Buddha, memunculkan beberapa kerajaan
seperti Selaparang Hindu, dan Bayan. Kerajaan-kerajaan tersebut dalam
perjalannya di tundukan oleh penguasa dari kerajaan Majapahit saat ekspedisi
Gajah Mada di abad XIII – XIV dan penguasaan kerajaan Gel – Gel dari Bali pada
abad VI.
Antara Jawa, Bali dan Lombok mempunyai beberapa kesamaan budaya
seperti dalam bahasa dan tulisan. Jika di telusuri asal – usul mereka banyak
berakar dari Hindu Jawa. Hal itu tidak lepas dari pengaruh penguasaan kerajaan
Majapahit yang kemungkinan mengirimkan anggota keluarganya untuk memerintah
atau membangun kerajaan di Lombok. Pengaruh Bali memang sangat kental dalam
kebudayaan Lombok hal tersebut tidak lepas dari ekspansi yang dilakukan oleh
kerajaan Bali sekitar tahun 1740 di bagian barat pulau Lombok dalam waktu yang
cukup lama. Sehingga banyak terjadi akulturasi antara budaya lokal dengan
kebudayaan kaum pendatang. Hal tersebut dapat dilihat dari terjelmanya genre –
genre campuran dalam kesenian. Banyak genre seni pertunjukan tradisional
berasal atau diambil dari tradisi seni pertunjukan dari kedua etnik. Sasak dan
Bali saling mengambil dan meminjam sehingga terciptalah genre kesenian baru
yang menarik dan saling melengkapi.
Gumi Sasak silih berganti mengalami peralihan kekuasaan hingga ke
era Islam yang melahirkan kerajaan Islam Selaparang dan Pejanggik. Ada beberapa
versi masuknya Islam ke Lombok sepanjang abad XVI Masehi. Yang pertama berasal
dari Jawa dengan cara Islam masuk lewat Lombok timur. Yang kedua peng-Islaman
berasal dari Makassar dan Sumbawa. Ketika ajaran tersebut diterima oleh kaum
bangsawan ajaran tersebut dengan cepat menyebar ke kerajaan–kerajaan di Lombok
timur dan Lombok tengah.
Mayoritas etnis sasak beragama Islam, namun demikian dalam
kenyataanya pengaruh Islam juga berakulturasi dengan kepercayaan lokal sehingga
terbentuk aliran seperti wektu telu, jika dianalogikan seperti abangan di Jawa.
Pada saat ini keberadaan wektu telu sudah kurang mendapat tempat karena tidak
sesuai dengan syariat Islam. Pengaruh Islam yang kuat menggeser kekuasaan Hindu
di pulau Lombok, hingga saat ini dapat dilihat keberadaannya hanya di bagian
barat pulau Lombok saja khususnya di kota Mataram.
Silih bergantinya penguasaan di Pulau Lombok dan masuknya pengaruh
budaya lain membawa dampak semakin kaya dan beragamnya khasanah kebudayaan
Sasak. Sebagai bentuk dari Pertemuan (difusi, akulturasi, inkulturasi) kebudayaan.
Seperti dalam hal kesenian, bentuk kesenian di Lombok sangat beragam. Kesenian
asli dan pendatang saling melengakapi sehingga tercipta genre-genre baru.
Pengaruh yang paling terasa berakulturasi dengan kesenian lokal yaitu kesenian
bali dan pengaruh kebudayaan Islam. Keduanya membawa kontribusi yang besar
terhadap perkembangan kesenian-kesenian yang ada di Lombok hingga saat ini.
Implementasi dari pertemuan kebudayaan dalam bidang kesenian yaitu, yang
merupakan pengaruh Bali; Kesenian Cepung, cupak gerantang, Tari jangger,
Gamelan Thokol, dan yang merupakan pengaru Islam yaitu kesenian Rudad, Cilokaq,
Wayang Sasak, Gamelan Rebana.
Di antara sumber sejarah yang bisa digunakan untuk menjelaskan
asal usul dari Lombok adalah Babad Lombok. Menurut Babad Lombok, kerajaan
tertua di pulau Lombok bernama Kerajaan Laeq. Tapi, sumber lain, yaitu Babad
Suwung menyatakan bahwa, bahwa kerajaan tertua di Lombok adalah kerajaan Suwung
yang dibangun dan diperintah oleh Raja Betara Indera. Setelah Kerajaan Suwung
ini surut, baru muncul Kerajaan Lombok. Mana yang benar, Laeq atau Suwung?
Semuanya masih dalam perdebatan.
Secara selintas, urutan berdirinya kerajaan-kerajaan di daerah ini
bisa dirunut sebagai berikut, dengan catatan bahwa ini bukan satu-satunya versi
yang berkembang. Pada awalnya, kerajaan yang berdiri adalah Laeq. Diperkirakan,
posisinya berada di kecamatan Sambalia, Lombok Timur. Dalam perkembangannya,
kemudian terjadi migrasi, masyarakat Laeq berpindah dan membangun sebuah
kerajaan baru, yaitu kerajaan Pamatan, di Aikmel, desa Sembalun sekarang.
Lokasi desa ini berdekatan dengan Gunung Rinjani. Suatu ketika, Gunung Rinjani
meletus, menghancurkan desa dan kerajaan yang berada di sekitarnya. Para
penduduk menyebar menyelamatkan diri ke wilayah aman. Perpindahan tersebut
menandai berakhirnya kerajaan Pamatan.
Setelah Pamatan berakhir, muncullah kerajaan Suwung yang didirikan
oleh Batara Indera. Lokasi kerajaan ini terletak di daerah Perigi saat ini.
Setelah kerajaan Suwung berakhir, barulah kemudian muncul kerajaan Lombok.
Seiring perjalanan sejarah, kerajaan Lombok kemudian mengalami kehancuran
akibat serangan tentara Majapahit pada tahun 1357 M. Raden Maspahit, penguasa
kerajaan Lombok melarikan diri ke dalam hutan. Ketika tentara Majapahit kembali
ke Jawa, Raden Maspahit keluar dari hutan dan mendirikan kerajaan baru dengan
nama Batu Parang. Dalam perkembangannya, kerajaan ini kemudian lebih dikenal
dengan nama Selaparang.
Berkaitan dengan Selaparang, kerajaan ini terbagi dalam dua
periode: pertama, periode Hindu yang berlangsung dari abad ke-13 M, dan
berakhir akibat ekspedisi kerajaan Majapahit pada tahun 1357 M; dan kedua,
periode Islam, berlangsung dari abad ke-16 M, dan berakhir pada abad ke-18
(1740 M), setelah ditaklukkan oleh pasukan gabungan kerajaan Karang Asem, Bali
dan Banjar Getas.
Sebelum Abad ke 16 Lombok berada dalam kekuasan Majapahit, dengan
dikirimkannya Maha Patih Gajah Mada ke Lombok. Pada akhir abad ke 16 sampai
awal abad ke 17, lombok banyak dipengaruhi oleh Jawa Islam melalui dakwah yang
dilakukan oleh Sunan Giri, juga dipengaruhi oleh Makassar. Hal ini yang
menyebabkan perubahan agama di suku Sasak, yang sebelumnya Hindu menjadi Islam.
Pada awal abad ke 18 M, Lombok ditaklukkan oleh kerajaan Gel Gel
Bali. Peninggalan Bali yang sangat mudah dilihat adalah banyaknya komunitas
Hindu Bali yang mendiami daerah Mataram dan Lombok Barat. Beberapa Pura besar
juga gampang di temukan di kedua daerah ini. Lombok berhasil bebas dari
pengaruh Gel Gel setelah terjadinya pengusiran yang dilakukan kerajaan Selapang
(Lombok Timur) dengan dibantu oleh kerajaan yang ada di Sumbawa (pengaruh
Makassar). Beberapa prajurit Sumbawa kabarnya banyak yang akhirnya menetap di
Lombok Timur, terbukti dengan adanya beberapa desa di Tepi Timur Laut Lombok
Timur yang penduduknya mayoritas berbicara menggunakan bahasa Samawa.
Uraian di atas setidaknya bisa menunjukkan bahwa,
kerajaan-kerajaan tersebut benar-benar ada, pernah berdiri, berkembang kemudian
runtuh. Bagaimana informasi selanjutnya, seperti kehidupan sosial budaya
masyarakat awam dan keluarga istana saat itu? Data sejarah yang ada belum
banyak mengungkap fakta tersebut.
Menurut Lalu Djelenga, catatan sejarah yang lebih berarti mengenai
kerajaan-kerajaan di Lombok dimulai dari masuknya ekspedisi Majapahit tahun
1343 M, di bawah pimpinan Mpu Nala. Ekspedisi Mpu Nala ini dikirim oleh Gajah
Mada sebagai bagian dari usahanya untuk mempersatukan seluruh Nusantara di
bawah bendera Majapahit. Pada tahun 1352 M, Gajah Mada datang ke Lombok untuk
melihat sendiri perkembangan daerah taklukannya.
Menurut Djelenga, ekspedisi Majapahit ini meninggalkan jejak
kerajaan Gel gel di Bali. Sedangkan di Lombok, berdiri empat kerajaan utama
yang saling bersaudara, yaitu: kerajaan Bayan di barat, kerajaan Selaparang di
Timur, kerajaan Langko di tengah, dan kerajaan Pejanggik di selatan. Selain
keempat kerajaan tersebut, terdapat beberapa kerajaan kecil, seperti Parwa dan
Sokong Samarkaton serta beberapa desa kecil, seperti Pujut, Tempit, Kedaro, Batu
Dendeng, Kuripan, dan Kentawang. Seluruh kerajaan dan desa ini takluk di bawah
Majapahit. Ketika Majapahit runtuh, kerajaan dan desa-desa ini kemudian menjadi
wilayah yang merdeka.
Di antara kerajaan dan desa-desa di atas, yang paling terkemuka
dan paling terkenal adalah kerajaan Lombok yang berpusat di Labuhan Lombok.
Pusat kerajaan ini terletak di Teluk Lombok yang strategis, sangat indah dengan
sumber air tawar yang banyak. Posisi strategis dan banyaknya sumber air
menyebabkannya banyak dikunjungi pedagang dari berbagai negeri, seperti
Palembang, Banten, Gresik, dan Sulawesi. Berkat perdagangan yang ramai, maka
kerajaan Lombok berkembang dengan cepat.
Kedatangan Penjajah Belanda
Belanda telah datang dan berhasil menundukkan banyak kerajaan di
nusantara. Watak imperialisme Belanda yang ingin menguasai seluruh jalur
perdagangan di nusantara telah menimbulkan kemarahan Kerajaan Gowa di Sulawesi.
Jalur perdagangan di utara telah dikuasai oleh Belanda. Untuk mencegah jatuhnya
jalur selatan, kemudian Gowa berinisiatif menutup jalur selatan dengan
menguasai Pulau Sumbawa dan Selaparang. Kedatangan penjajah Eropa juga membawa
misi kristenisasi, karena itu, Gowa kemudian menaklukkan Flores Barat dan
mendirikan Kerajaan Manggarai untuk mencegah kristenisasi tersebut.
Ekspansi Gowa menimbulkan kekhawatiran Gelgel. Untuk mencegah agar
Gelgel tidak dimanfaatkan Belanda, maka Gowa kemudian mengadakan perjanjian
dengan Gelgel tahun 1624 M, yang disebut Perjanjian Sagining. Dalam perjanjian
diatur, Gelgel tidak akan mengadakan perjanjian kerjasama dengan Belanda,
sementara Gowa akan melepaskan kekuasaannya atas Selaparang. Perjanjian ini
tidak berlangsung lama, karena masing-masing pihak melanggar isi perjanjian
tersebut.
Untuk mengimbangi Gelgel yang bekerjasama dengan Belanda, kemudian
Gowa bekerjasama dengan Mataram di Jawa. Selanjutnya, dalam usaha untuk
memperebutkan hegemoni, akhirnya pecah peperangan antara Gowa dan Belanda di
Lombok. Dalam perang tersebut, Gowa mengalami kekalahan, hingga terpaksa
menandatangani perjanjian dengan Belanda di Bungaya. Bungaya merupakan sebuah
tempat yang terletak dekat pusat Kerajaan Gelgel di Klungkung, Bali, dan
merupakan simbol dari dekatnya hubungan antara Gelgel dengan Belanda.
Konsekwensi kekalahan Gowa dari Belanda adalah, Gowa harus
melepaskan seluruh daerah kekuasaannya di Lombok, Sumbawa dan Bima.
Memanfaatkan kekosongan Gowa tersebut, Gelgel kembali mencoba menaklukkan
Selaparang, namun selalu menemui kegagalan.
Walaupun Selaparang telah berhasil mengalahkan Gelgel, namun, wilayah
kerajaan ini belum sepenuhnya aman dari ancaman eksternal. Dalam
perkembangannya, kemudian berdiri dua kerajaan baru pada tahun 1622 M, yaitu
Kerajaan Pagutan dan Pagesangan. Untuk mengantisipasi ancaman, kemudian
Selaparang menempatkan sepasukan kecil tentara untuk menjaga perbatasan di
bawah pimpinan Patinglaga Deneq Wirabangsa.
Ternyata, kehancuran Selaparang bukan karena serangan dua kerajaan
kecil ini, tapi akibat serangan ekspedisi tentara Kerajaan Karang Asem tahun
1672 M. Pusat Kerajaan Selaparang rata dengan tanah, sementara keluarga
kerajaan semuanya terbunuh. Sejak saat itu, Kerajaan Karang Asem menjadi
penguasa tunggal di Lombok.
Di masa Prabu Rangkesari, Lombok (Selaparang) mencapai masa
kejayaannya. Saat itu, kehidupan budaya berkembang pesat. Para cerdik pandai
dari Selaparang menguasai dengan baik bahasa Kawi, bahasa yang berkembang di
nusantara ketika itu. Berkat kemajuan dalam dunia sastra tersebut, akhirnya,
para cendekiawan Selaparang berhasil menciptakan aksara baru, yaitu aksara
Sasak yang disebut Jejawen.
Dengan bekal pengetahuan bahasa Kawi, Sasak dan aksara Sasak, para
sastrawan Selaparang banyak mengarang, menggubah, mengadaptasi, atau menyalin
sastra Jawa kuno ke dalam lontar-lontar Sasak. Di antara lontar-lontar tersebut
adalah Kotamgama, Lapel Adam, Menak Berji dan Rengganis. Selain itu, para
pujangga juga banyak menyalin dan mengadaptasi ajaran sufi para walisongo.
Salinan dan adaptasi tersebut tampak dalam lontar-lontar yang berjudul
Jatiswara, Lontar Nursada dan Lontar Nurcahya. Bahkan hikayat-hikayat Melayu
pun banyak yang disalin dan diadaptasi, seperti Lontar Yusuf, Hikayat Amir
Hamzah dan Hikayat Sidik Anak Yatim.
Kajian yang lebih mendalam terhadap lontar-lontar tersebut akan
mampu mengungkap kondisi sosial, budaya dan politik masyarakat Lombok pada saat
itu. Dalam bidang sosial politik misalnya, Lontar Kotamgama menggariskan sifat
dan sikap seorang pemimpin, yakni Danta, Danti, Kusuma, dan Warsa. Danta
berarti gading gajah, artinya, apabila dikeluarkan, tidak mungkin dimasukkan
lagi; Danti berarti ludah, artinya, apabila sudah dilontarkan ke tanah, tidak
mungkin dijilat lagi; Kusuma berarti kembang, artinya, bunga yang sama tidak
mungkin mekar dua kali; Warsa artinya hujan, artinya, apabila telah jatuh ke
bumi, tidak mungkin naik kembali menjadi awan. Itulah sebabnya, seorang raja
atau pemimpin hendaknya berhati-hati dalam setiap tindakan, agar tidak
melakukan banyak kesalahan.
Demikianlah, Kerajaan Selaparang muncul, berkembang kemudian runtuh.
Walaupun demikian, sisa-sisa peradaban tulis yang ditinggalkannya menunjukkan
bahwa, kehidupan budaya di negeri ini cukup semarak dan berkembang.
5. Suku di Lombok (suku Sasak)
Jika diperhatikan secara fisik, suku Sasak ini lebih mirip orang Bali dibandingkan orang Sumbawa. Dari aspek ini bisa jadi orang Sasak berasal dari Bali. Sekarang tinggal di cari orang Bali berasal dari mana?
Jika diperhatikan secara fisik, suku Sasak ini lebih mirip orang Bali dibandingkan orang Sumbawa. Dari aspek ini bisa jadi orang Sasak berasal dari Bali. Sekarang tinggal di cari orang Bali berasal dari mana?
Berikut ini adalah foto-foto sejarah koleksi Tropen Museum Royal Tropical
Institut sekitar abad 18-19, yang memuat kehidupan sosial
masyarakat Lombok di zaman kolonial Belanda:
Foto 1: Raja
Lombok
Foto 2: Raja
Mantang
Foto 3: Suku
di Lombok 1
Foto 4: Suku
di Lombok 2
Foto 5: Suku
di Lombok 3
Foto 6: Masyarakat
dusun Sakre tahun 1897
Foto 7: Masyarakat
Cakranegara
Foto 8: Tarian
Gendang Beleq
Foto 9: Nyonya
kompeni di pasar Ampenan
Beberapa minggu yang lalu, ada seorang yang mengirimkan ke saya
sebuah bukti otentik asal usul suku Sasak yang disimpan keluarganya di Lombok
Tengah. Bukti tersebut berupa silsilah keluarga yang berujung pada sebuah nama:
Datu Pangeran Djajing Sorga (dari Majapahit, Kabangan, Jawa Timur). Dari bukti
otentik tersebut, jelaslah terlihat bahwa suku Sasak yang mendiami Pulau
Lombok, sebenarnya berasal dari Jawa.
Bahasa
Bahasa Sasak, terutama aksara (bahasa tertulis) nya sangat dekat dengan aksara Jawa dan Bali, sama sama menggunakan aksara Ha Na Ca Ra Ka …dst. Tapi secara pelafalan cukup dekat dengan Bali.
Bahasa Sasak, terutama aksara (bahasa tertulis) nya sangat dekat dengan aksara Jawa dan Bali, sama sama menggunakan aksara Ha Na Ca Ra Ka …dst. Tapi secara pelafalan cukup dekat dengan Bali.
Menurut Ethnologue yang mengumpulkan semua bahasa di dunia, bahasa
Sasak merupakan keluarga (Languages Family) dari Austronesian Malayo-Polynesian
(MP), Nuclear MP, Sunda-Sulawesi dan Bali-Sasak. Sementara kalau kita
perhatikan secara langsung, bahasa Sasak yang berkembang di Lombok ternyata
sangat beragam, baik dialek (cara pengucapan) maupun kosa katanya. Ini sangat
unik dan bisa menunjukkan banyaknya pengaruh dalam perkembangannya. Saat
Pemerintah Kabupaten Lombok Timur ingin membuat Kamus Sasak saja, mereka
kewalahan dengan beragamnya bahasa Sasak yang ada di lombok Timur, walaupun
secara umum bisa diklasifikasikan ke dalam: Kuto-Kute (Lombok Bagian Utara),
Ngeto-Ngete (Lombok Bagian Tenggara), Meno-Mene (Lombok Bagian Tengah),
Ngeno-Ngene (Lombok Bagian Tengah), Mriak-Mriku (Lombok Bagian Selatan). Dari
aspek bahasa, Papuk Bloq, bisa jadi berasal dari Jawa (Malayo-Polynesian),
Vitname atau Philipine ( Austronesian), atau dari Sulawesi (Sunda-Sulawesi).
Semoga Dewan Adat Sasak segera menerbitakan buku Sejarah Sasak dan merampungkan
Kamus Bahasa Sasak.
6. Kehidupan Spiritual di Lombok
Pengaruh Hindu – Buddha
Ajaran Hindu-Bali dibawa langsung oleh pemeluknya, para imigran
dari Pulau Bali sejak permualaan abad ke 17 Masehi. Hindu-Bali adalah
sinkretisasi ajaran Hindu-Buddha, yang juga disebut Siwa-Buddha. Menurut
Sartono Kartodirjo (1975).
Foto 10: Pura
Milu Kelepuk, Lombok
Sebelum imigran dari Bali datang, pulau yang molek dan subur ini,
dinamakan Gumi Selaparang dan di huni oleh orang Sasak. Sampai abad ke 17,
terdapat dua buah kerajaan Sasak yaitu Kerajaan Pejanggik di Lombok Tengah
sebagai kerajaan pedalaman dan kerajaan Selaparang sebagai kerajaan pesisir
yang ibu kotanya di Kayangan, Labuhan Lombok di Lombok Timur.
Memasuki abad ke 17 (1600an), secara bergelombang imigran dari
Karang Asem- Bali datang ke Pulau Lombok untuk membuka lahan pertanian dan
mendirikan pemukiman. Penduduk baru ini datang, selain karena kerajaanya
diganggu oleh kerajaan kerajaan tetangganya di Bali, juga karena wilayah
tofografinya kurang menguntungkan untuk pertanian, dengan kawasan tanah
perbukitan. Pemukiman-pemukiman itu dikenal dengan nama Sengkongok (di kaki
Gunung Pengsong), Pagutan, Pagesangan, dan Mataram (di Kodya Mataram) dan Tanaq
Embet (di Senggigi).
Pada awal mula masuknya agama Islam ke Pulau Lombok, penduduknya
banyak yang menganut Animisme, tapi datangnya salah seorang kiyai dari Jawa
yaitu Sunan Prapen maka beberapa tempat yang menjadi basisnya masih bisa
ditemukan sampai sekarang.
Foto 11: Masjid Bayan Beleq |
Dalam hal penyebaran agama islam, mula-mula peranan para sufi
sangat menentukan disamping para pedagang yang berasal dari Gujarat, India.
Para sufi itu datang dari Pulau Jawa yang banyak membawa pengaruh dari Wali
Songo. Kemudian menyusul dari ajaran-ajaran tarekat syaikh Yusu Makassar, dll.
Dari sumber ajaran Syaikh Yusuf, ada yang diterima langsung pada saat beliau
berada di Banten atau dari para pengikut pengikutnya di Nusantara. Sedangkan
dari syaikh yang lain diterima langsung di Makkah pada saat para tuan guru dari
Lombok, melaksanakan ibadah haji dan bermukim disana beberapa tahun untuk
memperdalam ilmunya.
Para Sufi yang menyebarkan Islam yang berasal dari pengaruh Wali
Songo meninggalkan kelompok masyarakat yang kemudian disebut Wektu Telu (Waktu
Tiga) untuk membedakannya dengan yang lain, yang telah mengalami proses
Islamisasi, yaitu Islam Waktu Lima.
Ketika Raja Lombok Prabu Mumbul meninggal dunia, ia digantikan
oleh Prabu Rangkesari. Di masa pemerintahan Rangkesari ini, putera Sunan Ratu
Giri yang bernama Pangeran Prapen datang ke Kerajaan Lombok untuk melakukan
Islamisasi. Berdasarkan Babad Lombok, Islamisasi ini merupakan upaya Raden Paku
(Sunan Ratu Giri) dari Gresik untuk menyebarkan Islam ke berbagai wilayah di
Nusantara.
Pangeran Prapen melakukan Islamisasi di Lombok dengan kekuatan
senjata. Setelah orang-orang Lombok masuk Islam, ia kemudian meneruskan upaya
Islamisasi ke Bima dan Sumbawa. Sepeninggal Pangeran Prapen, masyarakat Lombok
kembali ke agama asal, paganisme. Hal ini disebabkan kaum perempuan Lombok
banyak yang belum memeluk Islam, sehingga berhasil mempengaruhi keluarganya
agar kembali ke agama asal.
Setelah berhasil mendapatkan kemenangan di Sumbawa dan Bima,
Pangeran Prapen kembali ke Lombok. Dengan bantuan Raden Sumuliya dan Raden
Salut, Pangeran Prapen kemudian menyusun gerakan dakwah baru untuk mengislamkan
Lombok dan berhasil mencapai kesuksesan. Seluruh pulau Lombok berhasil
diislamkan, kecuali di beberapa tempat. Masyarakat yang menolak masuk Islam
kemudian menyingkir ke gunung-gunung, atau menjadi orang taklukan.
Selain Islamisasi, peristiwa besar lainnya yang terjadi di masa
pemerintahan Prabu Rangkesari adalah pemindahan ibukota kerajaan, dari Labuhan
ke desa Selaparang. Pemindahan ibukota ini merupakan inisiatif Patih Banda Yuda
dan Patih Singa Yuda, dengan alasan, letak desa Selaparang lebih strategis dan
aman dibanding Labuhan. Dengan berpindahnya Kerajaan Lombok ke Selaparang,
maka, kemudian kerajaan ini juga dikenal dengan nama Kerajaan Selaparang.
Dalam uraian sebelumnya dikemukakan bahwa, Kerajaan Selaparang
terbagi dua periode yaitu (1) periode Hindu dan, (2) periode Islam. Tampaknya,
yang dimaksud dengan periode kedua Kerajaan Selaparang (periode Islam) adalah
Kerajaan Lombok yang memindahkan ibukota ke Selaparang, sehingga disebut
Kerajaan Selaparang.
Kerajaan Lombok atau Selaparang ini terus berkembang, sehingga
Kerajaan Gelgel di Bali merasa mendapat saingan. Karena itu, Gelgel yang merasa
sebagai pewaris kebesaran Majapahit kemudian menyerang Lombok (Selaparang) pada
tahun 1520 M. Namun, serangan ini berhasil digagalkan oleh Selaparang. Dalam
perkembangannya, Kerajaan Gelgel sendiri kemudian juga mengalami kemunduran.
Sumber : http://www.oediku.wordpress.com/2010/12/29/sejarah-dan-asal-usul-lombok
0 komentar:
Posting Komentar